Pak Ogah vs. Kang Parkir
Ketika sedang berkendara, baik mobil ataupun motor, kadangkala kita harus berbelok atau memutar balik di tempat yang tidak ada lampu atau rambu lalu lintasnya. Disitulah “Pak Ogah” atau “Polisi Cepek” berada dan membantu kita. Dengan upah Cepek (100 perak) atau nominal seikhlasnya, kita sudah dimudahkan untuk menyebrang jalan.
Pak Ogah sendiri hadir dalam serial Si Unyil pada tahun 1981. Pak Ogah
merupakah tokoh dengan pekerjaan serabutan yang terkadang menjadi “polisi
Cepek”. Dari sinilah kita mengenal istilah Pak Ogah atau Polisi Cepek untuk
orang yang berada di tengah jalan dan membantu kita menyebrangkan kendaraan
kita.
Semasa saya kuliah di Jogja, Saya banyak sekali bertemu dengan kedua tokoh tersebut. Terlebih karena saya ngelaju (istilah yang digunakan untuk berkendara dalam bahasa Jawa) dari Bantul menuju pusat kota. Dengan jarak 18km, Saya tempuh dalam waktu sekitar 30 menit (maklum anaknya gasuka kebut-kebutan).
Banyak jalan besar yang saya lewati termasuk jalan Godean, jalan Wates, jalan
Magelang, ring road, dan jalan-jalan
arteri di dalam kota Jogja. Banyak bangjo
juga yang saya lewati (maklum, Jogja kan kota seribu bangjo). Namun banyak juga
Pak Ogah disana.
Ada beberapa persimpangan dengan Pak Ogah yang menurut Saya kinerja mereka
sangat apik. Saya katakan bagus, karena mereka mengerti kapan harus
menyebrangkan, bagaimana menyetop kendaraan, pintar dalam pembagian jalur mana
yang harus didahulukan, dan tidak pamrih alias ikhlas. Begitu juga dengan kang
parkir yang dapat kita temui dimana-mana.
Namun, kalau dibandingkan, siapakah yang lebih ikhlas dan enak dihadapi?
Apakah Pak Ogah atau kang parkir Indomerit? Atau ada gak ya Pak Ogah dan kang
parkir yang memang kinerjanya bagus? Uaaduuuuhhhh…
1. SPBU Banyuraden
Yang pertama, di pertigaan pom bensin Banyuraden jalan Godean KM 4,5.
Pertigaan yang cukup hectic karena
jalan Godean termasuk ramai, ditambah dengan posisi pom bensin yang tepat
berada di pusat pertigaannya. Banyak juga orang yang sekedar jajan pisang goreng S3 atau
bakso tusuk di area SPBU, alhasil menambah keramaian pertigaan ini.
Kenyataannya, Pak Ogah yang masih muda (bisa kita sebut Mas Ogah) di pertigaan tersebut berhasil
mengendalikan arus dengan baik, tidak membuat mobil berhenti mendadak. Kalau
Saya lihat, hanya sedikit orang yang memberi upah untuk menyebrang dari arahh jalan
Tata Bumi ke arah timur atau sebaliknya. Wah patut diapresiasi lebih sih kalo ini.
2. Persimpangan Bakso Es Buah PK Pakuningratan
Pak ogah di persimpangan ini cukup banyak, ada pemuda bertopi, ada
seorang bapak, ada mas-mas brajamusti (kayaknya sih, soalnya pake baju itu dan
memang disitu daerah para supporter PSIM), dan ada juga mbak-mbak lemes yang
males nyebrangin.
Bersyukurlah kalo yang sedang bertugas adalah pemuda bertopi. Cirinya
dapat dikenali dengan mudah, yang pertama ialah menggunakan topi, membawa lightstick dan peluit, mengenakan rompi
stabilo, dan berpakaian rapih bersih, dan mengenakan sepatu Caterpillar (tau dah asli apa gak).
Kinerjanya gausah ditanya, sebagus petugas di Banyuraden tadi, tapi soal
bayaran, Saya pikir lebih banyak.
Biasanya orang-orang melewati jalan Pakuningratan untuk mengunjungi Bakso
PK yang tepat berada di persimpangan, atau berkunjung ke Panties Pizza, atau sekedar memotong jalan, karena bangjo di perempatan Pingit itu terkenal
paling lama lampu merahnya seantero Jogja.
3. Rumah Makan Mbak Wik Kuningan, UNY
Salah satu tukang parkir yang tiada bandingannya adalah Pak Budi. Kita
dapat menjumpai beliau (kalo pengen) di depan warung makan Mbak Wik, di dusun
Kuningan, Caturtunggal, tepat di sebelah utara dari kolam renang FIK UNY. Di
situ juga terdapat beberapa warung makan dan memang jalannya terkenal sempit.
Tak heran terdapat Pak Budi disana.
Saya pernah makan prasmanan (tidak di kondangan) di sebrang Mbak Wik bersama teman Saya. Dia menaiki sepeda, sementara Saya menaiki sepeda motor.
Setelah selesai makan dengan nasi sepuasnya tetapi tetap murah, kami memutuskan untuk pulang. Melihat kami menghampiri, Pak Budi dengan sigap langsung mengelap jok dan spion motor serta helm yang gak saya pake sebenernya. Dia juga mengelap sepeda teman saya tadi.
Tidak sampai disitu saja, hal selanjutnya yang lebih membuat
kaget. Biaya parkir yang kami keluarkan hanya 500 perak. Bahkan jika kita
memberikan seribu rupiah, maka Pak Budi akan mengembalikan setengahnya. Tidak
perlu khawatir, karena Pak Budi sudah menyiapkan koin-koin yang banyak.
Saya juga mendapati ketika tarif parkir sebesar 700 perak. Ketika saya membayar dengan selembar uang seribuan dan berkata,”ambil aja Pak kembaliannya”. Pak Budi tidak mau dan memberikan kembalian. Kabarnya sekarang sudah naik menjadi 1000 rupiah. Sungguh tarif yang menurut saya masih dibawah rata-rata tempat lain. Menurut Kompas, Pak Budi memang sangat pengertian dengan orang yang parkir disitu yang memang kebanyakan mahasiswa.
Memang tidak usah diragukan lagi kehebatan Pak Budi,
media massa saja sampai menjadikannya berita.
Cerita lengkapnya dapat kalian dengarkan pada podcast episode khusus di bawah.
Komentar
Posting Komentar
Jangan spam, komen yang baik!
menerima kritik dan saran.